Thursday, November 30, 2006

Pigura Kosong

: Fifi Martini (Manis)

Aku ingin punya fotomu
Buat apa, katamu

Katakan, bagaimana aku bisa bertahan tanpa melihatmu
Aku memikirkanmu seharian
Apa kau sudah makan
Kau takut kelebihan berat badan
Padahal mungkin kau kelaparan

Katakan, bagaimana aku bisa bertahan tanpa melihatmu
Aku memikirkanmu semalaman
Apa kau kesepian
Kangen ayah bunda di Pasuruan
Ingin pulang melepas kerinduan

Katakan, bagaimana aku bisa bertahan tanpa melihatmu
Senyummu adalah candu
Penyejuk hati di siang hari
Obat tidur di malam hari
Ya, senyummu adalah candu

Ingin kubingkai senyum itu
Dalam pigura kosong di kamarku
Tuk menahan rasa ingin bertemu
Karena ingin selalu melihat senyummu, senyummu!

Malang, 30 Nopember 2006, pukul 5 pagi.

Saturday, November 25, 2006

Rinduku Memuncak

Sajak: Sahid K Wijaya

Awan gelap tak mau pergi
Seperti rinduku malam ini
Dan hujan enggan berhenti
Seolah mengamini

Ingin kuusir rindu yang memuncak
Dadaku sesak; terisak

Malang, 25 Nopember 2006

Ingin Keluar

Sajak: Sahid K Wijaya

Bosan di kamar
Ingin keluar
Tapi cuaca sungguh kurang ajar

Rintik hujan cepatlah berlalu
Mengganggu

Malang, 25 Nopember 2006

Kakakku Dapat Beasiswa S2

Sajak: Sahid K Wijaya

Hari ini kakakku gembira
Dapat beasiswa S2
Ingin jadi dosen katanya

Senyumnya tak pernah secerah ini
Lebar sekali

Malang, 25 Nopember 2006

Friday, November 24, 2006

Bahagiakah Engkau Sore Ini?

Bahagiakah engkau sore ini?
Ditemani seorang lelaki di sebelahmu
Tergambar jelas dari senyummu

Bahagiakah engkau sore ini?
Detak jantungku berpacu
Aku sedih saat melihatmu

Bahagiakah engkau sore ini?
Aku tak sanggup berlama-lama di tempat itu
Menghibur diri dan cepat berlalu

Bahagiakah engkau sore ini?
Aku tak bisa berikan apa-apa untukmu
Hanya berusaha tersenyum lebih manis padamu

Monday, November 20, 2006

Ingin memandang senyum manismu

Lima hari tak bertemu
Menghibur diri tepikan rindu

Tak bisa
Tetap ingin memandang senyum manismu

Thursday, November 16, 2006

Cerpen: Sedang Patah Hati

" Assalamualaikum. Mas, bukannya aku gak sayang ama Mas,ku cuma takut aja untuk pacaran. Mas tau sendiri kan gimana kalo udah pacaran itu.. gak bebas, dan takut ganggu konsentrasi. So... maaf Mas aku gak bisa jadi pacar Mas. Tapi aku sayang Mas..."

Entah sudah keberapa kalinya aku membaca tulisan itu. Kata-kata yang kau tuliskan di atas kertas puisiku. Kertas yang kuberikan kepadamu karena sudah beberapa menit kau terdiam tak sanggup ungkapkan isi hatimu setelah kunyatakan cintaku.

Masih kuingat senyum manismu saat kau kujemput malam itu. Diiringi sejuknya malam sehabis hujan, kita melangkah menuju cafe dekat rumah. Berdua kita melepas penat setelah seharian bergumul dengan lelah. Masih segar dalam ingatanku, ceriamu saat kita sedang bercengkerama di salah satu meja. Bahagiamu membuat bibirku tersenyum dengan tulus, hangatkan hatiku yang sedang beku karena lama terbungkus dalam sepi, sendiri.

Pukul tujuh malam, saat yang kutunggu telah datang. Hati yang telah kusiapkan aku ungkapkan di hadapanmu. Aku bacakan puisi cintaku, gejolak dalam dada yang tak mampu kuredam. Dengan suara parau karena hanyut tenggelam dalam isi puisi, isi hatiku.

Puisiku telah kau dengar. Isi hatiku telah terbongkar. Kutatap tajam matamu yang sedari tadi tertunduk malu, tak berani beradu pandang denganku. Kutanyakan isi hatimu. Kupinta kesediaanmu untuk menemani hari-hariku, melangkah bersama-sama dalam ikatan hati.
Kau terdiam. Ceriamu pergi entah apa yang mengusirnya. Candamu berlalu, tersenyumpun kau tak mampu. Dalam ragu dirimu tenggelam. Hanya resah dan gelisah sangat yang nampak dari sikapmu. Seperti kertas tisue yang lusuh karena kauremas-remas.

Lima menit berlalu. Tanpa kata-kata terlontar dariku maupun dirimu. Aku sungguh tak sabar, ingin rasanya menyelami hatimu dan menemukan jawabanmu. Namun hatimu tak tertembus, serapat kau berhijab. Hanya bisa menunggu kata-kata keluar dari bibirmu.

"Aku... nggak bisa ngomong," ujarmu memelas sambil terbata-bata. Matamu sayu dan berkaca-kaca. Oh gadis, aku sungguh iba. Kuberikan kertas puisiku dan kuminta kau tuliskan isi hatimu di samping untaian kata-kataku. Kaupun mulai tenang dan menuliskan isi hatimu. Tak lama kemudian kertas itu kauserahkan kepadaku.

Kubaca tulisanmu. Dan akupun tertunduk lesu. Penuh tanya dan ragu. Seperti malam ini. Aku terdiam merenungi jalan hidupku.

Wednesday, November 15, 2006

Ingin sendiri aku masih

Tak kurobek puisi cintamu;
Sama saja kurobek hatimu

Mas,
Maafkan aku
Ingin lepas terbang bebas
Ingin sendiri aku masih
ikatan enggan kuraih

Mas,
isi hatiku kau harus tahu
Ku juga sayang ku juga rindu

* surat dari Manis, penolakan yang lembut dan menjaga hati

Terpesona

Balutan busana pancarkan pesona
Membungkus senyummu dan bahagia
"Kau manis sekali,"
Ujarku berbunga


* menjemput Manis di kosnya

Sajak penyair amatir

Akulah penyair amatir
Suka bersajak suka bersyair
Tentang ego, cinta dan fiksi
Juga kehidupan sehari-hari

Ah
Pikirkan diksi puisiku tak jadi
Sajakku mengalir dari hati
Biar kunikmati sendiri

Monday, November 13, 2006

Kubawakan satu untuk ibu

"Ibu mau menantu?
Seperti apa?"
Ku tersipu; penuh tanya

"Rupa, keluarga, harta
Dan lebih penting agama,"
Ibu berpesan kepadaku

Tunggulah sejenak ibu
Kan kubawakan satu untukmu


* balasan sms dari ibu

Friday, November 10, 2006

Apa kabarmu?

Hari berganti hari
Minggu berganti minggu
Tak ada berita darimu
Apa kabarmu?

Tuhan berikanku rindu
Membuatku tetap disini
Menunggu...