Wednesday, May 20, 2009

Teriakan Ekspresif nan Penuh Kebahagiaan

Alkisah terdapat seorang anak laki-laki berusia 5 tahun. Ia begitu kecil, mungil, dan bugil. Ya, anak laki-laki itu sedang bugil! Sore itu ia sedang asik berendam dalam ember besar berisi air hangat, di dekat sumur di halaman belakang sebuah rumah dinas perkebunan. Rumah itu terletak di pojok pemukiman yang berada di tengah-tengah perkebunan karet dan kakao yang rindang. Tak jauh dari rumah itu terdapat sebuah lapangan yang hijau dan sangat luas. Setiap sore lapangan itu selalu ramai dipenuhi oleh penduduk yang berolahraga, entah itu sepak bola atau sekedar jogging saja. Setelah selesai berolahraga, dengan wajah lelah berduyun-duyunlah mereka menuju pemukiman, melalui jalan setapak di belakang rumah dinas perkebunan itu. Seperti sore itu, saat anak laki-laki berusia 5 tahun itu sedang asik mandi di dalam ember besar kesayangannya.

Anak itu rupanya sangat asik dengan kegiatan mandinya. Ia bernyanyi sesuka hati, memukulkan gayung ke dalam air, membuncahkan air ke segala arah, dan berteriak kegirangan. Sebuah pemandangan yang mahfum mengingat bahwa ia belum mengenal televisi berwarna, video game ataupun mobil remote control, sehingga kegiatan mandi di ember besar saja sudah terasa menyenangkan baginya. Dan ketika ia melihat penduduk berduyun-duyun melewati jalan setapak di belakang halaman rumahnya, tiba-tiba matanya berbinar. ia bangkit berdiri, meloncat-loncat dan berteriak menyapa mereka sembari melambaikan tangan. Padahal ia tak mengenal satupun di antara mereka. “Ah, anak kecil yang lucu dan menyenangkan,” begitu barangkali yang dipikirkan oleh orang-orang yang melihatnya sambil tersenyum simpul. Segalanya berjalan dengan baik dan menyenangkan, hingga anak kecil yang imut itu tiba-tiba mengacungkan tangannya dan meneriaki penduduk, “JANC*****K!” dengan ekspresi penuh kebahagiaan…

Maka terpanalah semua penduduk yang melewati jalan setapak itu, dengan ekspresi mata terbelalak, tubuh kaku tak bisa bergerak, dan tenggorokan tercekat. Anak kecil itu benar-benar merusak suasana indah sore itu. Akan tetapi kemudian orang-orang saling berpandangan, cekikikan dan akhirnya tertawa terbahak-bahak.

Namun ada satu orang yang sama sekali tak bisa tertawa sore itu. Ibu dari anak kecil tadi, yang tadinya sedang sibuk memasak untuk makan malam, tergopoh-gopoh menuju halaman belakang setelah mendengar “teriakan ekspresif nan penuh kebahagiaan” yang ia sangat yakin seyakin-yakinnya bahwa teriakan itu keluar dari mulut anaknya. Maka ia mendapati anak kecilnya yang imut sedang asik menari bugil di atas ember kesayangan sambil mengeluarkan “teriakan ekspresif nan penuh kebahagiaan” tadi. Dan anak kecil itu lalu terdiam keheranan mengapa ibunya memandanginya dengan muka masam. Dan interogasi pun dilaksanakan…

Melalui interogasi yang dilakukan secara maraton dan investigasi yang mendalam, diketahuilah kemudian bahwa anak kecil itu baru saja mengenal “teriakan ekspresif nan penuh kebahagiaan” itu dari teman sepermainannya yang menganggap bahwa kata-kata itu adalah sebuah salam persahabatan yang hangat dan penuh semangat...

Sunday, April 05, 2009

Wednesday, March 04, 2009

afeksi dan kucing ngeong

pagi buta. udara terasa basah sehabis diguyur hujan semalaman. jaket biruku tak sanggup menahan dinginnya udara pagi ini. dan aku, aku berjalan menyusuri gang kecil. lorong gang ini begitu panjang dan sempit. di depanku hanya kosong. dan gelap.

aku berjalan dengan lesu. teringat bahwa beberapa hari ini aku begitu jenuh. lelah dengan semuanya. seperti yang tertulis pada buku Perilaku Konsumen yang kubaca semalam tadi, aku mengalami sebuah afeksi kejenuhan. perasaan tidak menyenangkan yang timbul akibat rutinitas. ah, rutinitas...

di tengah pandanganku yang kosong, aku tersadar bahwa di ujung lorong sana ada seberkas cahaya. ah, bukan, tapi dua titik cahaya. aku terkaget dibatnya. bukan takut seperti melihat hantu. hanya takjub saja. dan sedikit penasaran, cahaya apa itu?

semakin aku melangkah, samar-samar kulihat satu sosok. dua titik cahaya itu begitu bulat, dan terang. lalu di sekeliling dua cahaya itu mulai terlihat semacam wajah. dan tubuh yang mungil. lucu. dan imut sekali. ah, itu kucing...

langkahku semakin dekat. kucing itu terlihat semakin jelas. kucing betina yang mungil, dengan bulu kuning keemasan yang memantulkan cahaya lampu teras sebuah rumah di tengah-tengah gang ini. tatapannya tak pernah lepas dariku, terus memandangku. seolah aku begitu sayang untuk dilewatkan.

tak seperti kucing liar lainnya, ia tak beranjak dari tempatnya ketika aku semakin dekat. ia tak berlari. bahkan bersiaga pun tidak. katika aku tepat di depannya, aku berhenti. dan ia hanya mendongak ke atas, diam menatapku. manis sekali. aih, aku tak tahan untuk mengelus kepalanya.

ia segera bereaksi ketika ujung jariku menyentuh bulu-bulu lembutnya. ia menggeliat, mengelus-eluskan kepalanya pada jari-jariku. sambil mengeong manja.

ah, jika saja aku tak teringat bahwa aku harus segera pergi, aku bisa berlama-lama dengan kucing itu. maka akupun segera beranjak. melangkah pergi. meninggalkan kucing itu sendiri. kucing itu terbengong-bengong, seperti berpikir ia seolah tak percaya bahwa kucing semenarik ia tak mampu meluluhkanku. dan selanjutnya, ia mengikutiku...

aku terus melangkah menyusuri lorong gelap ini, menuju ujung gang sana. dan kucing itu terus saja mengikutiku. terkadang mendahuluiku dan mendongak ke atas untuk melihat wajahku. mau tak mau aku jadi berpikir, apa yang sedang dipikirkan kucing ini? sesekali ia mengeong, seperti ingin mengatakan sesuatu.

akhirnya aku sampai di ujung gang ini. di sebuah jalan raya yang lebar namun lengang. dan kucing itu masih mengikutiku. masih memandangku. dan ketika aku memandangnya, ia hanya mengeong, "ngeong..."

kucing yang manis. tapi aku tak punya banyak waktu untuknya. aku pun melangkah pergi. semakin jauh. semakin jauh. dan di kejauhan kulihat ia sesekali. ia masih menatapku, sambil mengeong manja, "ngeong..."

Friday, January 23, 2009

Kepada Seraut Wajah yang Berbeda Setelah Kaulepas Bingkai Kacamata

buat Putri Bulan

Kepada seraut wajah yang berbeda setelah kaulepas bingkai kacamata, aku mau mengadu. Ada apa denganku? Risau sepanjang waktu sejak ku mengenalmu. Menghabiskan malammalam sendu dengan jantung penuh detak kerinduan. Memikirkanmu. Memikirkanmu...

Belum sempat kutanyakan itu semua, dan semalam tadi kaugenapi kegalauanku.

Katakan padaku. Mengapa kabar gembira darimu membuat mataku perih terpejam. Seperti turut merasakan derita hati yang serasa terhunus sebilah pisau tajam. Sayangku, aku terluka begitu dalam...

Katakan padaku. Mengapa aku masih di sini. Ditemani luka menganga. Dan separuh hati yang tersisa, karena separuh lagi telah kuserahkan kepada seraut wajah yang berbeda setelah kaulepas bingkai kacamata.

Malang, 22 Januari 2009.

Thursday, January 22, 2009

Panderman Hill (Bagian 3): Menuruni Bukit

Jika Anda belum pernah mendaki gunung, mungkin Anda beranggapan bahwa pekerjaan turun gunung tidak memerlukan tenaga dan pengorbanan sama sekali. Justru karena kaki-kaki kita kelelahan sehabis mendaki, kaki-kaki kita menjadi lebih sensitif. Sedikit kontraksi otot kaki menopang beban tubuh saat berjalan turun dapat membuat kaki terasa nyeri. Satu langkah kaki saja begitu menyedihkan, lebih-lebih jika harus menuruni bukit 2000 meter ini. Dalam kepala Anda akan terbayang penderitaan hidup yang cukup berat. Jika tidak kuat mental, bisa-bisa Anda akan memilih untuk tetap bertahan di puncak bukit, mengumpulkan batang-batang pohon, menyusunnya hingga terbentuk tanda SOS, dan menyerahkan diri pada nasib. Berharap ada helikopter lewat yang melihatnya.

Tapi saya punya kabar baik untuk Anda. Ada satu teknik rahasia yang akan saya bagikan kepada Anda, dimana teknik ini memungkinkan Anda untuk menuruni bukit tanpa membuat kaki Anda terasa nyeri. Konon, teknik rahasia ini diwariskan secara turun-temurun dalam masyarakat yang tinggal di pedalaman pegunungan. Yang luar biasa dari teknik ini adalah, saat menuruni bukit Anda akan merasa ringan seolah Anda sedang terbang dan menembus angin. Bersiaplah mendengarnya. Nama teknik rahasia itu adalah... Berlari!

Percayalah kepada saya. Berlari menuruni bukit adalah salah satu bagian yang paling menarik dalam rangkaian pendakian Anda di bukit Panderman. Tapi jangan sembarangan mengagunakan teknik ini. Bisa-bisa karena keasyikan berlari, Anda tidak melihat tikungan tajam dan langsung nyemplung ke dalam jurang. Jika Anda belum berpengalaman, sebaiknya Anda ditemani oleh trainer profesional. Sangat dianjurkan untuk melakukan tandem: Anda digendong oleh trainer yang sedang berlari menuruni bukit. Berikutnya jika Anda sudah dianggap mampu dan menguasai teknik ini, barulah Anda boleh melakukannya sendiri. Tapi tetap saja, sebagai langkah pengamanan, Anda harus mengenakan parasut. Jadi jika Anda kebablasan saat menikung, Anda dapat membuka parasut dan sampai di dasar jurang dengan selamat. Perkara Anda bisa menemukan jalan pulang atau tidak, itu bukan urusan saya.