Wednesday, December 20, 2006

uneg-uneg seputar "Passion"

Prof. Dr. Conny Semiawan mengatakan bahwa seorang seniman akan menghasilkan kreativitas jika mengalami "passion", yakni suasana jiwa yang luar biasa. pengalaman ini lebih dari sekedar “mood” karena disertai dengan emosi yang mendalam sehingga diikuti oleh semangat luar biasa. Bagi penyair, segala suasana jiwa dan emosi yang mendalam itu ditumpahkan dalam puisi. Dengan “passion”, puisi mampu mempengaruhi siapapun yang membacanya.

Lalu aku berpikir, apakah aku sedang mengalami “passion”? Selama ini jarang sekali puisi-puisiku dimuat di http://fordisastra.com. Beberapa kali aku mengirimkan puisi, hanya satu-dua saja yang dimuat di situs itu. Namun belakangan ini, banyak puisi yang aku kirimkan yang ditampilkan. Apakah mungkin karena aku sedang mengalami ”passion” sehingga puisi-puisi yang aku tulis mampu mempengaruhi redaksi fordisastra.com dan dinilai lebih berbobot? Entahlah...

Tidak pernah serajin ini aku menulis puisi. Dalam tiga bulan ini, aku menulis banyak sekali puisi. dan semuanya romantik, tentang gadis yang aku cintai. Hampir semuanya aku tulis malam hari, saat aku tak bisa tidur karena suasana hati yang tak menentu, seperti bahagia, sedih, takut, semuanya menjadi satu. Seperti ada emosi yang ingin aku tumpahkan. Dan akhirnya, kertas dan penalah yang menjadi pelampiasanku. Apakah ini yang dinamakan dengan ”passion”?

Dan lucunya, tiap kali aku membaca puisi-puisi yang aku tulis itu, aku jadi terpengaruh sendiri. Akupun terbawa pada suasana jiwa yang sama. Semakin dalam malah, sehingga akupun menulis puisi lagi. Seperti mikrofon yang didekatkan ke speaker, suara udara yang masuk ke mic akan dikeluarkan dengan volume yang lebih besar melalui speaker, suaranya masuk ke mic lagi dan akan dikeluarkan dengan volume makin besar, masuk ke mic lagi dan suaranya makin besar, demikian seterusnya hingga terdengar suara yang melengking tinggi dan keras sekali. Itulah sebabnya mengapa aku tak mau sering-sering membaca tulisanku sendiri.

Seandainya aku bisa memilih, aku akan memilih tidak mengalami ”passion” itu. Bikin tak bisa tidur saja...

Friday, December 15, 2006

Gadis Manis dengan Kulit Gelap di Ujung Jari-jarinya

Kulihat gadis manis sedang menyendiri di beranda
Berdiri menatap gerimis di depannya
Entah dimana pandangannya berlabuh
Seperti melewati butir-butir air yang jatuh

Tiba-tiba saja aku sudah di sampingnya
Gadis manis tersenyum dan julurkan tangannya
Meraih rintik hujan yang terhalang atap beranda
Basahi kulit gelap di ujung jari-jarinya

Aku ingin keluar, ujarmu
Bermain-main dengan rintik hujan itu
Biar luruh seluruh penat dan lelah
Biar hilang sepasang resah dan gelisah

Malang, 15 Desember 2006

Terjebak hujan di Perpustakaan Pusat Unibraw bersama Fifi Martini.

Tuesday, December 12, 2006

Cintaku Berlebih

1.
Jingga menyala-nyala adalah apiku
menari-nari di dalam otakku
karena logika dikalah rindu
terlalu memikirkanmu!

2.
Hitam kelam adalah air mataku
berlomba-lomba jatuh ke bumi
karena hati telah lepas kendali
terlalu sayang padamu!

:karena cinta harus secukupnya

Malang, 12 Desember 2006

Saturday, December 09, 2006

Meski Ingin Terus Bersama

Mau berlama-lama tapi tak bisa
hanya sekejap namun tak apa

Meski ingin terus bersama...
karena manis senyummu adalah rintik gerimis yang basahi gersangnya perjalanan hidup
karena lembut suaramu mengetuk pintu sayangku dan tak bisa kututup

Malang, 8 Desember 2006

Kau Mau Aku Bagaimana

banyak lelaki menghampirimu
berikan janji; merayu-rayu
hingga kau teramat bosan
memilih sendiri; hanya berteman

bagaimana aku bisa dekatimu
meraih sepotong cintamu
jika kau menutup diri dari semua lelaki

kau ingin pendamping seperti apa
kau mau aku bagaimana

"jadilah dirimu apa adanya"

Malang, 8 Desember 2006

Thursday, December 07, 2006

Kuingin Marahimu

Kuingin marahimu
Teriak tepat di wajahmu
Hingga kau bergidik lalu tersedu
Menangis, mengemis-ngemis
"Mas, jangan marahi aku..."

Kuingin teriakimu
Kasihanilah aku, kasihanilah aku...
Sungguh aku sangat rindu
Apa kau tak bisa berpaling sejenak
Aku tak bisa tidur nyenyak!

Malang, 6 Desember 2006, pukul 11 malam.

Thursday, November 30, 2006

Pigura Kosong

: Fifi Martini (Manis)

Aku ingin punya fotomu
Buat apa, katamu

Katakan, bagaimana aku bisa bertahan tanpa melihatmu
Aku memikirkanmu seharian
Apa kau sudah makan
Kau takut kelebihan berat badan
Padahal mungkin kau kelaparan

Katakan, bagaimana aku bisa bertahan tanpa melihatmu
Aku memikirkanmu semalaman
Apa kau kesepian
Kangen ayah bunda di Pasuruan
Ingin pulang melepas kerinduan

Katakan, bagaimana aku bisa bertahan tanpa melihatmu
Senyummu adalah candu
Penyejuk hati di siang hari
Obat tidur di malam hari
Ya, senyummu adalah candu

Ingin kubingkai senyum itu
Dalam pigura kosong di kamarku
Tuk menahan rasa ingin bertemu
Karena ingin selalu melihat senyummu, senyummu!

Malang, 30 Nopember 2006, pukul 5 pagi.

Saturday, November 25, 2006

Rinduku Memuncak

Sajak: Sahid K Wijaya

Awan gelap tak mau pergi
Seperti rinduku malam ini
Dan hujan enggan berhenti
Seolah mengamini

Ingin kuusir rindu yang memuncak
Dadaku sesak; terisak

Malang, 25 Nopember 2006

Ingin Keluar

Sajak: Sahid K Wijaya

Bosan di kamar
Ingin keluar
Tapi cuaca sungguh kurang ajar

Rintik hujan cepatlah berlalu
Mengganggu

Malang, 25 Nopember 2006

Kakakku Dapat Beasiswa S2

Sajak: Sahid K Wijaya

Hari ini kakakku gembira
Dapat beasiswa S2
Ingin jadi dosen katanya

Senyumnya tak pernah secerah ini
Lebar sekali

Malang, 25 Nopember 2006

Friday, November 24, 2006

Bahagiakah Engkau Sore Ini?

Bahagiakah engkau sore ini?
Ditemani seorang lelaki di sebelahmu
Tergambar jelas dari senyummu

Bahagiakah engkau sore ini?
Detak jantungku berpacu
Aku sedih saat melihatmu

Bahagiakah engkau sore ini?
Aku tak sanggup berlama-lama di tempat itu
Menghibur diri dan cepat berlalu

Bahagiakah engkau sore ini?
Aku tak bisa berikan apa-apa untukmu
Hanya berusaha tersenyum lebih manis padamu

Monday, November 20, 2006

Ingin memandang senyum manismu

Lima hari tak bertemu
Menghibur diri tepikan rindu

Tak bisa
Tetap ingin memandang senyum manismu

Thursday, November 16, 2006

Cerpen: Sedang Patah Hati

" Assalamualaikum. Mas, bukannya aku gak sayang ama Mas,ku cuma takut aja untuk pacaran. Mas tau sendiri kan gimana kalo udah pacaran itu.. gak bebas, dan takut ganggu konsentrasi. So... maaf Mas aku gak bisa jadi pacar Mas. Tapi aku sayang Mas..."

Entah sudah keberapa kalinya aku membaca tulisan itu. Kata-kata yang kau tuliskan di atas kertas puisiku. Kertas yang kuberikan kepadamu karena sudah beberapa menit kau terdiam tak sanggup ungkapkan isi hatimu setelah kunyatakan cintaku.

Masih kuingat senyum manismu saat kau kujemput malam itu. Diiringi sejuknya malam sehabis hujan, kita melangkah menuju cafe dekat rumah. Berdua kita melepas penat setelah seharian bergumul dengan lelah. Masih segar dalam ingatanku, ceriamu saat kita sedang bercengkerama di salah satu meja. Bahagiamu membuat bibirku tersenyum dengan tulus, hangatkan hatiku yang sedang beku karena lama terbungkus dalam sepi, sendiri.

Pukul tujuh malam, saat yang kutunggu telah datang. Hati yang telah kusiapkan aku ungkapkan di hadapanmu. Aku bacakan puisi cintaku, gejolak dalam dada yang tak mampu kuredam. Dengan suara parau karena hanyut tenggelam dalam isi puisi, isi hatiku.

Puisiku telah kau dengar. Isi hatiku telah terbongkar. Kutatap tajam matamu yang sedari tadi tertunduk malu, tak berani beradu pandang denganku. Kutanyakan isi hatimu. Kupinta kesediaanmu untuk menemani hari-hariku, melangkah bersama-sama dalam ikatan hati.
Kau terdiam. Ceriamu pergi entah apa yang mengusirnya. Candamu berlalu, tersenyumpun kau tak mampu. Dalam ragu dirimu tenggelam. Hanya resah dan gelisah sangat yang nampak dari sikapmu. Seperti kertas tisue yang lusuh karena kauremas-remas.

Lima menit berlalu. Tanpa kata-kata terlontar dariku maupun dirimu. Aku sungguh tak sabar, ingin rasanya menyelami hatimu dan menemukan jawabanmu. Namun hatimu tak tertembus, serapat kau berhijab. Hanya bisa menunggu kata-kata keluar dari bibirmu.

"Aku... nggak bisa ngomong," ujarmu memelas sambil terbata-bata. Matamu sayu dan berkaca-kaca. Oh gadis, aku sungguh iba. Kuberikan kertas puisiku dan kuminta kau tuliskan isi hatimu di samping untaian kata-kataku. Kaupun mulai tenang dan menuliskan isi hatimu. Tak lama kemudian kertas itu kauserahkan kepadaku.

Kubaca tulisanmu. Dan akupun tertunduk lesu. Penuh tanya dan ragu. Seperti malam ini. Aku terdiam merenungi jalan hidupku.

Wednesday, November 15, 2006

Ingin sendiri aku masih

Tak kurobek puisi cintamu;
Sama saja kurobek hatimu

Mas,
Maafkan aku
Ingin lepas terbang bebas
Ingin sendiri aku masih
ikatan enggan kuraih

Mas,
isi hatiku kau harus tahu
Ku juga sayang ku juga rindu

* surat dari Manis, penolakan yang lembut dan menjaga hati

Terpesona

Balutan busana pancarkan pesona
Membungkus senyummu dan bahagia
"Kau manis sekali,"
Ujarku berbunga


* menjemput Manis di kosnya

Sajak penyair amatir

Akulah penyair amatir
Suka bersajak suka bersyair
Tentang ego, cinta dan fiksi
Juga kehidupan sehari-hari

Ah
Pikirkan diksi puisiku tak jadi
Sajakku mengalir dari hati
Biar kunikmati sendiri

Monday, November 13, 2006

Kubawakan satu untuk ibu

"Ibu mau menantu?
Seperti apa?"
Ku tersipu; penuh tanya

"Rupa, keluarga, harta
Dan lebih penting agama,"
Ibu berpesan kepadaku

Tunggulah sejenak ibu
Kan kubawakan satu untukmu


* balasan sms dari ibu

Friday, November 10, 2006

Apa kabarmu?

Hari berganti hari
Minggu berganti minggu
Tak ada berita darimu
Apa kabarmu?

Tuhan berikanku rindu
Membuatku tetap disini
Menunggu...

Tuesday, October 31, 2006

Lama kutunggu dengan gundah

"Ragaku sedang lelah
Dan akupun terbaring lemah,"
Ucapmu dengan terengah

Apa kau tak tahu, tidakkah?
Lama kutunggu dengan gundah
Beritamu di kota sebelah

Wahai masalah cepat pergilah
Wahai penyakit lekaslah enyah
Gadis harus bangun dan tergugah
Agar jalannya terajut indah

Ketahuilah gadis
Hatiku gersang rindukan gerimis
Laguku sendu mengundang tangis
Lekaslah kemari, manis!

Terbang anganku ingin bertemu
Berontak jiwaku lantang berseru
Menderu hingga terdobrak belenggu
Berat hatiku menanggung rindu
Padamu.

Monday, October 30, 2006

Asa

Asa ini ada
Namun galau dan cemburu terus membayangi rasa itu
Aku gundah aku resah
Mengapa..

Paman pun menangis

Rumah paman kelam dan sunyi
Ceria suasana berganti duka
Apakah bahagia masih menghampiri
Sempit nadinya membawa bencana

Ramadhan lalu ia masih duduk dan bicara
Walau terbata-bata
Ramadhan ini ia terbaring tak berdaya
Tak mampu berkata-kata

Paman pun menangis tanpa tetes air mata
Membuat miris semua sanak saudara
Jalan hidupnya tak berjalan mulus
Tubuhnya makin kurus tenaganya tergerus
Keperkasaannya hilang tak berbekas
Mengubur impian dan jalan yang diretas.

Simpan saja dulu cintamu

Gadis kecil sedang menari di beranda
Gerakmu lincah dendangkan nada ceria
Tawamu renyah hampiri setiap telinga
Tingkahmu lucu mengundang tawa
Parasmu ayu begitu menggoda
Senyummu lebar membuat hatiku bergetar
Sungguh menarik perhatian semua orang
Dan akupun terpana saat kau pandang

Gadis kecil menghampiriku bergegas
Sambil tersipu membawa kabar
Kau tunjukkan secarik kertas
Goresan tinta membentuk gambar

Ada sebuah hati di kertas itu
Di atasnya tercantum nama indahmu
Dan di bawahnya kau tuliskan namaku!

Oh, gadis kecil nan manja
Kau masih sangat muda
Dosa-dosamu pun masih ditanggung orang tua

Simpan saja dulu cintamu
Jalanmu masih panjang
Ketika esok tiba waktumu
Arjuna pun akan datang.

Friday, October 20, 2006

Selamat jalan... Bidadari.

Malam ini ku berdiri di tempat yang sama dengan beberapa tahun yang lalu.
Rasa-rasanya baru kemarin ku datang ke tempat ini
Dengan membawa sejumlah harapan...
Dan engkau hanya bisa tertawa.

Biadadari yang sempat berikanku asa
Bidadari yang sempat berikanku luka
Berikanku keberanian dan kenyataan.

Di tempat ini dulu ku mengubur harapan
Dan sekarang, ku teringat bahwa...
Ku pernah punya rasa dan keberanian tuk berkata.

Malam ini, di tempat ini,
Ku mengenangmu.
Yang meninggalkanku
Yang meninggalkan kami
Dan meninggalkan dunia ini
Tuk selamanya.

Selamat jalan Bidadari...