Entah sejak kapan aku mulai memperhatikanmu. Aku seperti terbangun dari mimpi, tiba-tiba saja menyadari. Tak ada puisi, tak ada ungkapan hati. Tiba-tiba saja bayangmu datang dan pergi silih berganti, seperti hujan meteor yang kusaksikan tempo hari. Menimbulkan sensasi penuh cita rasa saat bayangmu datang menyapa dengan senyum manismu.
Sebelumnya aku memandangmu biasa - seperti yang lainnya. Tapi mengapa tiba-tiba aku menyimpan fotomu? Aku jadi malu... Mudah-mudahan ini bukan gejala jatuh cinta, karena aku tipe lelaki yang tak kuat menanggung rindu. Tapi jika nantinya hatiku tak bisa berkompromi, tidak apa. U're pretty enough. Dengan wajah manis dan keramahanmu, aku tak perlu sering-sering rekreasi untuk menenangkan hati - sudah ada kamu. Sebuah kompensasi yang menarik, bukan?
Sejujurnya tak banyak informasi yang kupunya tentangmu. Hanya kata "mas," yang jelas teringat di kepalaku - saat kau menyapaku. Memangnya tidak ada kata lain ya non? Banyak yang bisa kita bicarakan. Kita bisa mulai dengan cerita tentang suka duka menjadi diri kita yang sama-sama anak kedua paling manis dari tiga bersaudara.
Ternyata menghela nafas panjang tak bisa menyingkirkanmu dari pikiranku. Aku seperti di tengah lautan, di atas perahu yang bocor dimana-mana, telapak tanganku menyatu dan berusaha mengeluarkan air yang makin membanjiri perahu. Lelah aku mengusir luapan rindu yang datang bertubi-tubi. Lebih mudah membiarkan perahu penuh air dan menikmati saat-saat aku tenggelam dalam lautan asmara...
Kesuksesan ujian akhir semester tak membuat aku girang. Datangnya liburan tak segera membuatku ingin pulang. Ingin melihatmu sekali lagi. Berat rasanya ingin pergi. Seperti waktu itu, saat aku meninggalkanmu sendiri di malam yang gelap dan sepi, di bawah pohon palem di tengah-tengah fakultas ekonomi.
No comments:
Post a Comment